Baksos di Pulo Aceh, Dosen Fakultas Hukum Unsyiah Motivasi Siswa Melalui Jalur Prestasi

Jantho – Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala bekerja sama dengan Pusat Riset Ilmu Kepolisian (PRIPOL) Unsyiah dan Polres Aceh Besar melaksanakan kegiatan Bakti Sosial Terintegrasi di SMA Negeri 2 Blang Situngkoh, UDKP Kantor Camat, Lampuyang, Pulo Aceh, Aceh Besar, Jumat (24/01/2019).

Acara yang dihadiri oleh seluruh siswa dan guru itu mengusung tema “Sosialisasi Penyuluhan Bahaya Narkoba & Penerimaan Mahasiswa/i Universitas Syiah Kuala Melalui Jalur Prestasi”. Selain itu kegiatan tersebut juga memberikan motivasi kepada siswa/i untuk berperan dalam kemajuan Pulo Aceh.

Muhammad Iqbal SH MH selaku moderator yang juga Kepala PRIPOL Unsyiah mengatakan, bakti sosial tersebut diselenggarakan sebagai wujud kesadaran akan pengabdian dari dosen Fakultas Hukum Unsyiah.

“Kehadiran kami di Pulo Aceh merupakan panggilan pengabdian dari dosen/pengajar dan teman-teman peneliti untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, partisipasi bersama ini juga kami lakukan dengan cara membagikan buku, alat tulis, dan berbagi peduli untuk anak yatim,” kata Muhammad Iqbal, yang juga Dosen Fakultas Hukum pada Bagian Pidana Unsyiah.

Setelah melihat beberapa perlengkapan seperti bendera dan foto wakil presiden yang belum berganti di SMA Negeri 2 Pulo Aceh, Muhammad Iqbal berjanji akan menyumbangkan bendera dan foto yang dibutuhkan itu.

Sementara itu, Wakil Dekan III Fakultas Hukum Unsyiah Dr M Gaussyah SH MH mengharapkan kepada siswa/i SMA Negeri 2 Pulo Aceh untuk dapat mengisi peluang menjadi mahasiswa Universitas Syiah Kuala.

“Setiap kesempatan untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi menjadi cita-cita seorang pelajar, saya mengundang siswa/i di sini untuk menjadi mahasiswa Unsyiah,” pungkas M Gaussyah.

Pada kesempatan itu M Gaussyah menjelaskan alur masuk pada perguruan tinggi.

“Jalur tes di perguruan tinggi dapat ditempuh melalui jalur SNMPTN, SBMPTN/UTBK, jalur Mandiri, dan melalui jalur Prestasi, tentunya jalur yang terakhir saya sebutkan tadi berpeluang didapatkan bagi pelajar yang hafis Alquran, selain itu atlet berprestasi juga berkesempatan mendapatkan jalur prestasi tersebut,” ungkap M Gaussyah.

Di sela-sela itu, M Gaussyah memberikan apresiasi atas semangat siswa/i yang tetap menempuh pendidikan walaupun dalam keadaan yang terbatas dibandingkan daerah lain di Aceh.

“Saya meyakini dengan kesungguhan yang adek-adek miliki untuk bersekolah, saya dulu sama seperti Anda, perjuangan menempuh pendidikan dengan keadaan yang begitu terbatas, saya yakin suatu saat kalian akan menjadi orang-orang hebat,” kata M Gaussyah saat memotivasi siswa/i di ujung barat Indonesia itu.

Guru-guru yang mengajar di SMAN 2 Pulo Aceh tidak saja berasal dari Aceh, beberapa dari Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Teuku Saiful SH MH yang merupakan pengajar pada bagian Hukum Perdata ikut memberikan materi dan motivasi. Ia mengajak para siswa untuk gigih belajar berpeluh keringat untuk meniti jalan menuntut ilmu. Kandidat doktor ini juga mengatakan bahwa perempuan juga dimungkinkan untuk belajar.

“Semangat belajar yang kuat menjadi modal untuk kesuksesan, saya selaku pemerhati gender saya sampaikan kembali bahwa kaum perempuan tidak ada halangan untuk menuntut ilmu,” ujar Teuku Saiful.

Khalil Yusra Peneliti Pripol Unsyiah mengatakan, Pulo Aceh memiliki potensi yang memadai untuk dikembangkan.

“Pulo Aceh memiliki alam yang luar biasa, seperti hasil laut, panorama yang tak kalah memesona, untuk itu siswa/i dapat berperan mendorong wisata bahari, saya kira potensi ini menjadi peluang sekaligus tantangan untuk dipikirkan dari sekarang,” ujar Dosen FMIPA Unsyiah tersebut.

Menurut ahli statistik ini, hal yang perlu dilakukan oleh pelajar tidak perlu yang rumit, cukup menggunakan sarana media sosial.

“Saya pikir adek-adek bisa mengemas dengan sederhana, coba mulai mempromosikan Pulo Aceh melalui sosial media,” ajaknya.

Acara ini ditutup dengan diskusi dan kuis, tampak pelajar begitu menikmati kegiatan tersebut.

Persoalan Keluarga hingga Konflik Pertanahan dan Dana Desa

Baksos yang dilaksanakan di Pulo Aceh tidak hanya dipusatkan pada satu lokasi, selain di SMAN 2 Pulo Aceh kegiatan serupa juga dilaksanakan di UDKP Kantor Camat, Lampuyang.

Di tempat terpisah, tema pertemuan mengangkat isu-isu hukum adat, hukum laut, hukum pertanahan, dan pengelolaan Dana Desa.

Pada sesi diskusi bersama tokoh masyarakat Pulo Aceh di Lampuyang, Ria Fitri SH MHum menyinggung isu pertanahan yang selama ini menjadi permasalahan yang dihadipi oleh masyarakat.

“Problem di masyarakat, khususnya warga di pulau adalah persoalan pencatatan tanah,” ujar Ria Fitri.

Hal itu menurutnya erat hubunganya dengan peran dari perangkat gampong, “Keuchik dan masyarakat sendiri harus mematuhi prinsip-prinsip penguasaan pemilikan penggunaan dan pemanfaatan tanah,” ujar Dosen Hukum Agraria Fakultas Hukum Unsyiah ini.

Terhadap penguasaan, sambung Ria Fitri, Keuchik memiliki andil yang cukup besar. “Peran Keuchik itu jelas, dalam hal menjaga kebenaran data pertanahan termasuk keterangan-keterangan yang harus diberikan baik yang digunakan untuk syarat pendaftaran tanah, maupun untuk perbuatan-perbuatan hukum atas tanah, misalnya jual beli, wakaf, hibah, waris dan lain sebagainya,” pungkasnya.

Namun kata Ria Fitri, ada hal yang tidak wajib tapi penting, menurutnya yang perlu dilakukan adalah, melengkapi data administasi pertanahan dalam bentuk gambar situasi, hal tersebut dapat menjaga potensi konflik dan terhindar dari sengketa batas tanah antarwilayah pemerintahan.

Untuk itu Ria Fitri menyarankan kepada keuchik agar berperan menjaga tanah masyarakat agar tidak beralih kepemilikannya kepada orang asing dan badan hukum asing, mengingat Pulo Aceh menyimpan potensi daerah wisata, hal itu sejalan dengan landasan asas nasionalitas.

Sebelum menutup paparannya, Ria Fitri menyimpulkan bahwa program pendaftaran tanah secara sistematis sangat diharapkan oleh masyarakat Pulo Aceh, mengingat jauh dan sulitnya menjangkau ibu kota kabupaten Aceh Besar.

Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Unsyiah Nursiti SH MHum, mengatakan, dalam penerapan hukum, masyarakat di Aceh memiliki keistimewaan.

“Di antara keistimewaan Aceh, berlaku tiga rezim hukum, pertama hukum pidana nasional, kedua hukum jinayat, dan ketiga hukum adat yang diatur melalui qanun,” kata Nursiti di hadapan aparatur gampong Pulo Aceh.

Persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Pulo Aceh menurut Nursiti, menyangkut akses menuju Mahkamah Syar’iyah dan Pengadilan Negeri.

“Selain jarak yang jauh, beracara di Mahkamah Syar’iyah dan Pengadilan Negeri dapat memakan waktu dan biaya, karena itu, peluang untuk menyelesaikan perkara dapat melalui peradilan adat,” imbuhnya.

Namun, Nur Siti mengingatkan kepada aparatur gampong, jangan sampai menyidangkan perkara-perkara yang di luar kewenangannya. Misalnya, untuk kasus-kasus kekerasan seksual seperti perkosaan dan pencabulan, terlebih jika kemudian justru mengawinkan pelaku dengan korbannya.

Nursiti juga juga mengajak aparatur gampong untuk mempelajari Qanun Nomor 35/2019 Tentang Hukum Keluarga yang di dalamnya terdapat 26 tindak pidana baru.

Dari perspektif Hukum Laut Internasional, Dr M Yakub SH LLM mengatakan, posisi Pulo Aceh berada di wilayah terluar dari perairan Indonesia, sehingga masyarakat kepulauan mengalami kesulitan dalam mengetahui batas wilayah teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

“Aceh dapat dikatakan wilayah kepulauan, salah satu pulau paling dekat dari Banda Aceh adalah Pulo Aceh, sehingga penting untuk mengetahui batas wilayah teritorial dan ZEE,” ujar Dosen Fakultas Hukum itu.

“Saya dapat keluhan dari nelayan Pulo Aceh, sebab itu harapannya pemerintah bisa memperjelas batas wilayah, ini menyangkut jaminan keamanan terhadap nelayan, apalagi pada umumnya masyarakat Pulo Aceh berprofesi sebagai nelayan,” kata M Yakub.

Saat memberikan paparannya, Kurniawan S, SH, LLM, Dosen Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Unsyiah mengingatkan kepada perangkat gampong yang berada di Kecamatan Pulo Aceh dapat secara bijak dalam mengelola anggaran desa.

“Dalam mengelola dana desa, saya kira perlunya kebijaksanaan dan kearifan dari perangkat gampong agar pengelolaan dana desa tidak menimbulkan persoalan hukum dan persoalan sosial dikemudian hari,” kata Kurniawaan mengingatkan.

Menurut Kepala Pusat Riset Ilmu Pemerintahan (PRIPEM) Unsyiah itu, pemerintah berupaya untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran dana desa pada anggaran tahun 2020, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah menerbitkan Permendes PDTT Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.

Menurut Kurniawan, Permendes PDTT tersebut memberikan arahan prioritas penggunaan dana desa harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat desa.

“Bila merujuk Permendes PDTT, ada empat hal yang harus dilakukan, adanya peningkatan kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan, penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan pelayanan publik,” tambah Ketua LKBH Fakultas Hukum Unsyiah ini.

“Berbagai program penggunaaan dana desa sebagai salah satu pendapatan desa secara partisipatif dan tepat, diharapkan mendorong percepatan pembangunan dan tercapainya kesejahteraan masyarakat,” tutup Kurniawan.

AcehTrend

Bagikan Berita ini

Berita Lainnya