Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. DR. Mohammad Mahfud MD dan Wakil Ketua Lembaga Kehormatan MPR-RI DR. Ahmad Farhan Hamid, Selasa  (29/3) mengisi seminar nasional tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) di auditorium FKIP Unsyiah. Acara yang digagas oleh Asian Law Students Association (ALSA) Unsyiah ini bertema Revitalisasi GBHN Melalui Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Mahfud MD menjelaskan bahwa GBHN bukanlah sebuah nama, maka setiap pemerintahan bisa berbeda-beda dalam merumuskan kebijakannya. Sebagaimana Soekarno dengan manifesto politiknya selama sembilan tahun. Sementara Soeharto dengan GBHN-nya dalam waktu 25 tahun. Jadi, GBHN itu boleh apa saja, yang penting konstitusi berjalan dengan baik.

“Meskipun gagasan ini terbatas, namun amandemen bukanlah persoalan mudah. Jika itu terjadi, ada beberapa pasal dalam UUD harus diganti. Selain itu, kita juga harus siap menghadapi pihak-pihak yang menolak amandemen seperti LSM ataupun pihak lainnya. Karena UU ini menyangkut dua ratus jutaan orang dan tidak semua orang suka,” ucapnya.

Menurutnya, teori pembangunan terdiri dari dua hakikat. Pertama, hakikat linear yaitu pembangunan tanpa haluan yang dicontohkan negara Arab Saudi. Semua berkembang dengan sendirinya meskipun tanpa undang-undang apalagi GBHN. Disana pembangunan tercipta karena pendidikan yang baik dalam masyarakat. Kedua, pembangunan terencana seperti yang dipraktekkan negara Indonesia.

Sedangkan Farhan Hamid menambahkan, Indonesia merupakan negara yang besar. Perlu adanya sinergitas antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam mengurus negara sebesar ini. Namun, hal inilah yang tak terjadi di Indonesia. Tiga rangkaian ini belum terintegrasi dengan baik.

Rektor Unsyiah Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng dalam sambutannya menyampaikan, sebuah negara perlu memiliki haluan yang jelas, sehingga para pemangku kekuasaan di negeri ini tidak kaku dalam menjalankan pemerintahannya. Contohnya provinsi Aceh yang mendapatkan dana otonomi khusus yang cukup besar, namun pendidikan di Aceh masih tergolong rendah. Padahal Aceh harus menjadi teladan dengan dana yang besar. Maka butuh haluan yang jelas dalam mengatur segala sektor dalam sebuah wilayah.

Seminar tersebut dihadiri oleh Dekan Fakultas Hukum Unsyiah Prof. Dr. Faisal A Rani dan jajarannya beserta ratusan mahasiswa.

Bagikan Berita ini

Berita Lainnya