Beberapa waktu lalu ramai menjadi pembicaraan di media sosial tentang kasus para pelajar melukai diri mereka sendiri, peristiwa ini bernama “self harm” dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir sedang menjadi trend pada kalangan remaja terlebihnya pada siswa sekolah menengah pertama.

Self harm itu sendiri adalah suatu perilaku menyakiti diri sendiri yang disengaja.Yang dapat membuat luka luka atau kerusakan pada jaringan tubuh tersebut, selfharm inijuga dilakukan pada saat kondisi terdesak yang perlu investasi sesegera mungkin untuk menghadapi situasi yang penuh dengan emosi buruk yang bisa saja membawa ke arahbunuh diri, dari beberpa kasus self harm ini di anggap bukan sebagai upaya untuk bunuh diri.

Pada umumnya tindakan self harm ini dilakukan dengan cara cutting (melukai diri sendiri) dengan membuat seperti goresan ataupun sayatan pada bagian tubuh tertentu dengan menggunakan benda tajam, seperti pisau, silet, potongan kaca ataupun benda tajam lainnya. Adapun beberapa cara lain dengan cara, membenturkan kepala atau area tubuh lainnya ke dinding, membuat luka bakar, menggigit hingga terluka dan mengeluarkan darah dan lain sebagainya.

Sejauh ini dari beberapa data yang ada,terdapat 52 pelajar dari suatu sekolah menengah pertama di salah satu kabupaten di Bengkulu Utara, secara beramai ramai melukai tangan mereka sendiri. Dan pada salah satu sekolah yang ada di Bali terdapat 45 siswa juga menjadi korban peristiwa yang menyayangkan ini. Beberapa anak melakukan self harm ini hanya dengan satu sayatan akan tetapi terdapat juga beberapa anak lainnya yang melakukannya secara berulang kali.

Wakil ketua komisi perlindungan perempuan dan anak indonesia (KPAI) Jarsa Putra justru menduga bahwa anak anak tersebut mengalami gangguan jiwa. Beberapa remaja tersebut mengatan bahwa tindakan self harm ini membuat seolah mereka bebas dari beban ataupun masalah, dan beberapa anak lainnya merasa bahwa self harm ini sebagai ungkapan emosi mereka.

Menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (PPPA) mengatakan bahwa sangat prihatin atas banyaknya anak yang turut melakukan self harm tersebut. “Jajaran kementerian PPPA turut prihatin melihat adanya fenomena self harm di Indonesia,terutama korban masih berusia anak anak” kata Bintang Puspayoga dalam siaran pers pada Senin (20/3/2023).

Pada umumnyamasa remaja adalah masa yang penuh akan konflik yang terjadi di kehidupan mereka sehingga sangat rentan untuk melakukan self harm. pada tahap pertumbuhan ini para remaja di tuntut untuk bisa beradaptasi pada setiap situasi yang berlangsung cepat, walaupun self harm ini termasuk dalam nonsuicidal self injury (tidak bertujuan bunuh diri), penelitian menerangkan bahwa para pelaku self harm ini memiliki indikasi untuk bunuh diri.

Adapun beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab self harm pada kasus ini bisa saja terjadi akibat adanya pembullyan di sekolah, kesepian, komunikasi dengan orang tua yang buruk, kesulitan dalam menanggapi hal hal yang negatif dan banyak penyebab lainnya baik dari faktor lingkungan ataupun faktor keluarga. Perilaku melukai diri sendiri ini terbukti sudah dikaji melalui teori kepribadian ( theory of personality) oleh Sigmund Frued.

Bagaimana cara mengatasi self harm? Sebelum itu yang perlu kita ketahui bahwa self harm ini dapat menimbulkan efek kecanduan bagi pelaku. Namun terdapat juga beberapa cara untuk mengatasi self harm ini sendiri, diantaranya dengan cara menceritakan masalahnya dengan seseorang terdekat dan dapat di percaya dikarenakan pada kondisi yang seperti ini para pelakusangat membutuhkan orang lain untuk bercerita, apabila tidak menemukan orang yang dapat mendengarkan dalam hal ini, terdapat cara lain yaitu dengan cara menulis ataupun merekam apa yang sedang di rasakan hal ini dapat membuat rasa lega pada diri seseorang.

Carilah alternatif lain selain melakukan self harm seperti mencorat coret dikertas untuk meluapkan rasa yang terpendam tersebut, atau pun dapat mendengarkan musik atau murotal yang menenangkan, dan aktivitas yang dapat menyibukkan diri lainnya. Apabila sudah tidak dapat di toleransi lagi sebaiknya sesegera mungkin temui psikolog klinis atau psikiater, jangan ragu ragu untuk datang dan berkonsul agar psikolog atau psikiater dapat melakukan pengelolaan secara komprehensif. Apabila nanti memang di perlukan, psikiater mungkin saja akan memberikan psikofarma (obat-obatan) untuk dapat memperbaiki neurotransmitter di otak yang mempengaruhi pada emosi negatif.

Oleh : Tasya Salsabila
Mahasiswi Psikologi Fak.Kedokteran USK

References

Ard. (2023, mei 29). untuk apa self-harm kalau bisa self-love? Retrieved from news : https://news.uad.ac.id/untuk-apa-self-harm-kalau-b...

Fika Nurul Ulya, I. R. (2023, maret 20). 49 anak sekolah lakukan "self harm",menteri PPPA: miris,mereka ikutan tren media sosial . Retrieved from kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2023/03/20/103718...

Pemberitaan, A. P. (2023, id maret 21). maraknya fenomena"self harm" di kalangan remaja. Retrieved from rri.co.id: https://www.rri.co.id/editorial/1437/maraknya-feno...

Thesalonika, N. C. (2022). perilaku self-harm atau melukai diri sendiri yang dilakukan oleh remaja (self-harm or self-injuring behavior by adolescents). https://jurnal.unpad.ac.id/focus/article/download/...

Bagikan kategori lain ini

kategori lain Lainnya